MODEL EVALUASI BLACK
BOX
OLEH
ADRIANTONI, M. Pd
A.
PENDAHULUAN
Dalam pengembangan kurikulum,
evaluasi merupakan salah satu komponen penting dan tahapan yang harus dilalui
oleh guru untuk mengetahui keefektifan kurikulum. Evaluasi kurikulum memegang
peranan penting baik dalam penentuan keputusan maupun dalam mengambil kebijakan
dalam pendidikan khususnya dalam kurikulum. Hasil evaluasi kurikulum dapat
digunakan oleh pemegang kebijakan atau dalam kata lain stake holder maupun bagi para pengembang kurikulum untuk memilih
dan menetapkan kebijakan atau keputusan dalam pengembangan kurikulum dalam sistem
pendidikan nasional. Selanjutnya hasil evaluasi
kurikulum juga bisa dijadikan sebagai umpan balik bagi guru dalam memperbaiki
dan menyempurnakan kurikulum. Menurut Oliva (1983) evaluasi adalah alat untuk
menentukan keputusan apa yang perlu dikembangkan dan untuk memberikan dasar
efek-efek yang berkembang. Sedangkan menurut Hasan (2009) evaluasi kurikulum
adalah suatu usaha sistematis dalam mengumpulkan informasi mengenai suatu
kurikulum untuk digunakan sebagai pertimbangan mengenai nilai-nilai dan arti
dari kurikulum dalam suatu konteks tertentu. Dengan demikian evaluasi kurikulum
adalah suatu tindakan pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu kurikulum,
berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu, sebagai bentuk akuntabilitas
pengembangan kurikulum dalam rangka menentukan keefektifan kurikulum. Dalam
evaluasi kurikulum, terdapat beberapa model yang bisa diterapkan oleh guru
dalam melakukan evalusi kurikulum dan pembelajarannya di satuan pendidikan. Dimana
setiap model memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dari setiap
penerapannya. Keefektifan suatu model itu tergantung dari tujuan evaluasi
tersebut. Dalam makalah ini penulis akan menjelaskan model evaluasi black box yang diciptakan oleh Tyler.
B.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Model Black Box
Model black box atau dinamakan juga dengan model Tyler, karena orang yang
melahirkan teori model evaluasi kurikulum ini ialah Tyler. Dalam buku Basic Principles of Curriculum and Instructional,
Tyler banyak mengemukakan ide dan gagasannnya mengenai bagaimana melakukan
evaluasi terhadap peserta didik. Sehingga beliau menjadi terkenal sebagai salah
seorang tokoh dalam evaluasi pendidikan atau pembelajaran yang hingga saat
sekarang model atau konsepnya masih digunakan diterapkan dalam melakukan evaluasi
pembelajaran atau evaluasi kurikulum. Dalam bukunya Tyler mengemukakan How can the effectiveness of learning
experiences be evaluated?. Dari pertanyaan tersebut Model black box didasari oleh dua hal pokok yang
menjadi fokus dari evalusinya. Pertama,
evaluasi yang dilakukan dengan tujuan pada tingkah laku peserta didik. Kedua, evaluasi harus dilakukan pada
awal tingkah laku peserta didik sebelum dilaksanakannya kurikulum dan sesudah
melaksanakan kurikulum (hasil). Dari kedua pertanyaan tersebut menunjukkan
bahwa seorang evaluator dalam melakukan evaluasi terlebih dahulu menentukan
perubahan tingkah laku seperti apa yang harus ada pada peserta didik setelah
mengikuti pengalaman belajar. Selanjutnya juga dalam model evaluasi ini Tyler
juga mengatakan bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi disebabkan oleh
kegiatan kurikulum, bukan oleh sesuatu yang lain diluar kurikulum atau
pengalaman belajar. Dari kedua hal tersebut model Tyler lebih menitik beratkan
kepada hasil belajar atau hasil akhir dari pelaksanaan kurikulum, sehingga
aspek proses tidak diperhatikan dalam menentukan perubahan tingkah laku atau
penentuan hasil belajar.
Penggunaan model Tyler memerlukan
informasi perubahan tingkah laku terutama pada saat sebelum dan sesudah
terjadinya pelaksanaan kurikulum atau dalam bahasa sekarang dilakukannya tes
awal (pre-test) dan tes akhir (post-test). Tyler mengatakan (1949) “On this basis, one is not able to evaluate
an instructional program by testing students only at the end of the program.
Without knowing where the students were at the beginning, it is not possible to
tell how far changes have taken place”. Informasi yang diperoleh dari
pre-tes merupakan gambaran awal bagi guru untuk mengetahui kemampuan peserta didik,
sedangkan pos-tes merupakan gambaran akhir dari perubahan tingkah laku yang
diperoleh setelah mengikuti pembelajaran dari kurikulum yang diterapkan. Dalam melakukan
pre-tes dan pos-tes alat ukur yang digunakan harus sama, dan tingkat validitas dan reliabilitasnya harus
juga sama-sama tinggi. Persyaratan validitas dan reliabilitas dalam tes merupakan
suatu persyaratan pokok agar hasil yang diperoleh benar-benar menggambarkan
kemampuan peserta didik setelah mengikuti tes. Karena model Tyler tidak
memandang kepada proses maka model ini dinamakan dengan model black box. Sebab, apa yang terjadi dalam
proses tidak diperhatikan sehingga menjadi bahan pertanyaan untuk dicari jawabannya
dari dalam kota ketersebut.
Dalam implementasi model evaluasi black box, Tyler mengemukakan tiga
langkah yang harus dilakukan, diantaranya:
a. Menentukan
tujuan kurikulum yang akan dievaluasi
Penentuan tujuan
merupakan suatu hal pokok yang harus diperhatikan dalam kurikulum. Karena
dengan tujuan yang jelas makan hasil dari kurikulum akan bisa diukur dengan
baik dan benar. Penentuan tujuan diarahkan kepada perubahan tingkah laku (behavioral objectives) sebenarnya di
indonesia sudah lama diterapkan. Pada kurikulum 1975 misalnya tujuannya sudah dirahkan
kepada perubahan tingkah laku, sehingga pada waktu itu para guru diwajibkan
mengembangkan satuan pelajaran yang bernama Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI). Saat sekarang model PPSI tidak lagi digunakan oleh guru
pada satuan pendidikan di seluruh Indonesia.
b. Menentukan
situasi di mana peserta didik memperoleh kesempatan untuk menunjukkan tingkah
laku yang berhubungan dengan tujuan.
Langkah kedua
dalam model evaluasi black box adalah
bagaimana menentukan situasi untuk melakukan perubahan tingkah laku peserta
didik benar-benar bisa terungkap dengan baik. Bila situasinya tidak diatur
dengan baik, maka perubahan tingkah laku yang diharapkan tidak tercapai
sepenuhnya. Sehingga program pembelajaran yang telah disusun pada waktu awal
tidak tercapai sepenuhnya dalam kurikulum.
c. Menentukan
alat evaluasi yang akan digunakan untuk mengukur tingkah laku peserta didik.
Langkah ketiga
yaitu menentukan alat untuk melakukan evaluasi, dalam melakukan evaluasi instrumen
yang digunakan bisa bermacam-macam. Penggunaan jenis instrumen itu tergantung
pokok permasalahan yang ingin diteliti atau sesuai dengan tujuan dilakukannya
evaluasi atau penilaian. Dalam evaluasi kurikulum model black box ini instrumen yang digunakan adalah tes. Ketika evaluator
telah menentukan situasi dimana peserta didik diharapkan dapat menunjukkan
hasil belajar, maka evaluator harus memiliki pengetahuan mengenai karakteristik
instrumen tersebut, kekuatan, dan kelemahannya. Selain itu juga seorang
evaluator harus mengatakan kepada peserta didik jenis instrumen apa yang
digunakan dalam mengukur perubahan tingkah laku peserta didik. Dalam melakukan
evaluasi seorang evaluator juga bisa menggunakan instrumen yang sudah tersedia
jikalau instrumen tersebut sesuai dengan tujuan yang ingin diharapkan. Dalam
menentukan jenis instrumen, evaluator harus mengembangkannya sesuai dengan
prosedur dalam teori pengukuran. Di mana dalam teori pengukuran suatu instrumen
dikatakan baik harus memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya: validitas dan
reliabilitas. Kedua persyaratan di atas merupakan hal pokok yang harus ada
dalam setiap jenis instrumen penelitian. Validitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto: 2010).
Suatu instrumen yang valid maka tingkat kevaliditasnya akan tinggi, sebaliknya
jika instrumennya kurang valid maka tingkat validitasnya akan rendah. Sebuah instrumen
dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Untuk memperoleh instrumen
yang valid seorang evaluator harus bertindak hati-hati sejak awal penyusunan
tujuan. Menurt Ali (2011) kriteria instrumen itu dikatakan baik dan layak untuk
digunkanakan harus memiliki empat syarat, yaitu: pertama, obyektif, dimana suatu instrumen pengukuran menunjukkan
bahwa data yang dikumpullkan dengan menggunakan instrumen tertentu dapat
menggambarkan keadaan sebenarnya. Kedua,
layak, artinya kelayakan suatu instrumen menunjukkan bahwa instrumen itu dapat
digunakan untuk mengumpulkan data yang sesuai. Ketiga, reliabel yaitu derajat kereliabelan dapat diketahui
berdasarkan hasil pengujian secara empirik. Keempat,
valid, artinya valid dari segi isi maupun juga valid dari segi konstraknya.
2.
Kelebihan
dan kekurangan model black box
Setiap model
tentu memiliki kelebihan dan kelemahan, begitu juga dengan Model black box tentu juga terdapat kelebihan
dan kekurangan. Adapun kelebihan dari model black
box, diantaranya: a. sederhana, artinya mudah untuk dilaksanakan oleh
evaluator; b, hanya fokus pada aspek hasil belajar. Sedangkan kelemahan model black box, diantaranya; mengabaikan
aspek proses, karena proses merupakan salah satu komponen yang harus diperhatikan
oleh guru. Karena dalam proses terdapat berbagai pengalaman yang diperoleh
peserta didik yang nantinya akan berpengaruh terhadap perubahan tingkah
lakunya. Oleh karena itu, mode ini sangat disayangkan tidak memerhatikan aspek
tersebut padahal itu sangat berarti sekali.
C.
KESIMPULAN
Evaluasi kurikulum merupakan sautu
bagian dari pengembangan kurikulum yang sangat penting sekali untuk diketehui
oleh seorang evaluator baik itu guru, kepala sekolah, dan stake holder. Dengan
adanya evaluasi maka kita akan dapat mengetahuai sejauh mana keterlaksanaan dan
ketercapain dari suatu kurikulum, sehingga nantinya kita bisa mengambil sautu
keputusan atau kebijakan dari hasil evaluasi tersebut apakah kurikulum perlu
dilkukan perbaikan atau revisi dan perubahan hingga pergantian. Dalam evaluasi
kurikulum terdapat berbagai model-model evalusi kurikulum, dimana setiap model
tentuk memiliki keunggulan dan kelemahan, karena model merupakan gambaran dari
yang sebenarnya yang dijadikan sebagai acuan atau pedoman dalam penerapannya. Begitu
juga dengan model black box ini yang dilahirkan oleh Tyler pada tahun 1946.
Model ini sudah tua namun masih banyak diterapkan oleh guru dalam melakukan
evalusi pembelajaran di satuan pendidikan.
D.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali.
M. (2011). Memahami Riset Prilaku dan Sosial.
Bandung: Cendekia Utama.
Arifin.
Z. (2013). Konsep dan Model Pengembangan
Kurikulum. Bandung: Rosda Karya.
Arikunto.
S. (2011). Prosedur Penelitian, Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Hasan.
S.H. (2009). Evaluasi Kurikulum.
Bandung: Rosda Karya.
Olive.
P.F. (1983). Developing curriculum, A
Guide to Problems, Principles and Process. New York. Harper &
Publisher.
Sukmadinata.
N.S. (2010). Pengembangan Kurikulum, Teori
dan Praktek. Bandung: Rosda Karya.
Tim
Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. (2012). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Press.
Tyler.
R.W. (1949). Basic Principles of
Curriculum and Instructional. Chicago: University of Chicago Press.