PERANAN LPDP DALAM MEMAJUKAN PENDIDIKAN INDONESIA MENUJU 2025
Oleh
Adriantoni
A. Latar Belakang
Dalam
rencana pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) periode 2005-2025,
ditegaskan visi pembangunan nasional adalah “mewujudkan manusia dan masyarakat
yang mandiri, maju, adil, dan makmur”. Bangsa yang “mandiri” diukur dari
kapasitasnya dalam upaya mewujudkan kualitas hidup dan kehidupan yang sejajar
dan sederajat dengan bangsa lain dengan mengandalkan pada kekuatan sendiri.
Masyarakat Indonesia yang “maju” diukur
dari kualitas manusianya yang dapat mewujudkan keadilan dan kemakmuran
yang tercermin dalam system dan kelembagaan ekonomi, social, politik, dan
hokum. Manusi dan masyarakat Indonesia yang berkeadilan dapat ditunjukkan
dengan struktur dan mekanisme dalam mencegah berbagai nilai, perilaku dan
kebijakan institusi yang diskriminatif baik antarindividu, antar segmen
masyarakat, maupun antar wilayah, sedangkan “makmur” dapat diukur dari
terpenuhinya seluruh kebutuhan hidup secara berkelanjutan. RPJPN 2005-2025 juga
menetapkan delapan misi pembangunan nasional, yaitu mewujudkan: (1) masyarakat
yang berkhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradap berdasarkan
falsafah pancasila; (2) bangsa yang berdaya saing; (3) masyarakat demokratis
yang berlandaskan supermasi hokum; (4) Indonesia yang damai, aman,, dan
bersatu; (5) pemerataan pembangunan yang berkeadilan; (6) Indonesia asri dan
lestari; (7) Indonesia sebagai Negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat,
berbasiskan kepentingan nasional; dan (8) Indonesia berperan penting dalam
pergaulan dunia internasional.
B.
Permasalahan
Kini,
Indonesia menhadapi tantangan persaingan bangsa di era global yang menuntut
peningkatan kualitas dan produktivitas manusia terdidik. Berbagai kebijakan
pembangunan pendidikan nasional telah dilahirkan, antara lain melalui sebuah
loncatan besar dalam legislasi anggaran pendidikan hingga mencapai sedikitnya
20% dari APBN. Namun, besarnya anggaran pendidikan bukanlah sebuah jaminan
untuk mencapai pendidikan yang bermutu dan berdaya saing. Indonesia masih harus
bejerka keras mewujudkan efisiensi pengelolaan, pengalokasian, dan
pendayagunaan anggaran pendidikan agar secara efektif dalam mencapai tujuan
yang dimaksud. Daya saing hanya dapat diwujudkan oleh sebuah bangsa yang
mandiri, yaitu bangsa yang mampu melaksanakan kebijakan dan program pembangunan
dengan mengandalkan kekuatan sendiri.
Perwujudan
kemandirian suatu bangsa hanya dapat diwujudkan melalui pendidikan yang
bermutu, relevan, dan berkeadilan. Pendidikan harus dapat berfungsi sebagai
katalisator pembangunan nasional di berbagai bidang. Dalam bidang perekonomian,
pendidikan harus dapat menghasilkan tenaga terdidik yang cakap, kreatif,dan
professional agar menjadi pelaku-pelaku ekonomi yan produktif dan
berkelanjutan.
Dalam
kaitan tersebut, berikut ini dikemukakan beberapa permasalahan mendasar yang
dihadapi dalam pengelolaan dan penyelenggaraan system pendidikan nasional.
1. Komitmen
Indonesia terhadap legislasi internasional
Sebagai anggota aktif dari united nation
(UN), Indonesia telah berkomitmen untuk melaksanakan universal declaration of
human right (UDHR, 1948), yang pada pasal 28 menegaskan bahwa; “(1) setiap
orang berhak atas pendidikan, dan pendidikan harus bebas biaya, setidaknya pada
pendidikan dasar, yang harus bersifat free and compulsory; (2) pendidikan
teknik, kejuruan, profesi, dan pendidikan tinggi harus dapat dimasuki (diikuti)
oleh semua orang berdasarkan kemampuan masing-masing”. Untuk memenuhi hak-hak
dasar manusia yang dilindungi oleh undang-undang, pemerintah berkewajiban untuk
menyelenggarakan pelayanan pendidikan yang bermutu, secara adil dan merata bagi
seluruh warga Negara.
2. Peningkatan
mutu dan daya saing
Hingga kini, Indonesia masih
menghadapi permasalahan konseptual yang kronis dalam penyusunan kebijakan
nasional pendidikan. Sekal awal 1970 an, keberhasilan pembangunan pendidikan
lebih banyak diukur dengan menggunakan indicator kunci keberhasilan (IKK) yang
sebenarnya sudah dianggap using, tetapi masih dipakai secara massive di semua
jenis dan jenjang pendidikan seperti angka partisipasi pendidikan (APK, APM,
APS, angka melanjutkan sekolah, dan sejenisnya) pada tingkatan yang sangat
agregat. Indicator kunci keberhasilan lain yang masih digunakan dalam mengukur
mutu pendidikan nasional adalah skor akhir dari ujian nasional (UN) yang justru
lebih banyak mengukur jumlah pengetahuan yang diperoleh siswa ketimbang
mengukur capaian standar pendidikan nasional.
Dalam upaya meningkatkan mutu
pendidikan, pemerintah masih menganggap bahwa konsep supremacy jauh lebih
penting ketimbang konsep capacity. Kejuaran dalam olimpiade adalah contoh dari
konsep supremacy karena yang menang hanya orang per orang yang jumlahnya kecil
dan tidak terkait langsung dengan kemampuan bangsa menguasai iptek. Namun,
penyiapan olimpiade justru mendapat perhatian yang jauh lebih besar ketimbang
penguatan LPTK untuk menyiapkan dan mengembangkan guru yang berkompeten dalam
meningkatkan mutu pendidikan matematika, sain, atau literasi. Kemampuan anak
Indonesia usia 15 tahun dalam matematika , sains, dan membaca masih berada di
peringkat ke-64 dari 65 negara yang berpartisipasi dalam PISA pada tahun 2012.
Indonesia hanya lebih baik dari rangking terbawah, yaitu Peru. Rata-rata skor
matematika, membaca, dan sains anak-anak Indonesia adalah 375, 396, dan 382, jauh
di bawah rata-rata skor anak di Negara OECD, yaitu 494, 496, dan 501. Dengan
posisi dalam PISA atau TIMSS yang demikian menunjukkan bahwa Indonesia
mengalami permasalahan rendahnya capacity dalam penguasaan Iptek.
3. Relevansi
pendidikan dengan kebutuhan masyarakat
Permasalahan mutu dan daya saing
lainnya yang cukup mengkhawatirkan adalah angka pengangguran nasional yang
masih cukup tinggi. Ketika menghasilkan lulusan yang banyak penganggurannya,
maka suatu satuan, jenis atau janjang pendidikan dapat dikatakan kurang relevan
dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan nasional. dengan banyaknya
pengangguran terdidik, pendidikan juga dapat dikatan kurang mampu mendorong
tumbuhnya produktivitas perekonomian nasional bahkan mungkin dapat menjadi
kendala pertumbuhan. Pengangguran tenaga terdidik juga menimbulkan
akibat-akibat social yang lebih komplek, seperti kenakalan, kegelisahan,
kemiskinan, kriminalitas, ketergantungan masyarakat terhadap pemerintah sebagai
cirri masyarakat yanggg kurang mandiri. Dalam analisis sakernas (suryadi, 2011)
memperlihatkan gejala konsisten bahwa semakin tinggi pendidikan semakin besar
persentase lulusan yang menganggur. Persentase penganggur lulusan pendidikan
dasar 1-3%, SMP 5-6%, SMA 14% dan pendidikan tinggi 13%. Perluasan SMK sebagai
pendidikan persiapan kerja justru menghasilkan lulusan penganggur dengan
persentase terbesar , 15,9%. Angka setengah penganggur sebesar 32% juga
menunjukkan bahwa produktivitas rata-rata pekerja Indonesia sangat rendah.
Gejala-gejala tersebut menunjukkan bahwa penyelenggaraan pemerintah belum mampu
mengemban amanat pasal27 ayat (2) yang berbunyi: “tiap-tiap warga Negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak”.
C.
Peranan
LPDP
Dari
latar belakang masalah yang dikemukakan di atas serta permasalahan yang
dipaparkan tersebut, maka salah satu solusi untuk mengatasinya adalah dengan
menerapkan atau menyelenggarakan pendidikan yang bermutu dan berdaya saing.
Salah satunya pada pendidikan tinggi, dengan mengupayakan tri darma perguruan
tinggi yaitu; pendidikan, pengabdian, dan penelitian. Pada aspek penelitian
pada perguruan tinggi ini perlu didukung oleh pemerintah dalam memfasilitasi
mahasiswa untuk melakukan penelitian. Karena dalam melakukan penelitian
membutuhkan dana yang cukup besar, kebanyakan mahasiswa bahkan dosen sekalipun
minim melakukan penelitian dalam bidang keilmuannya salah satu alasannya
dikarenakan dana yang tidak ada. Oleh sebab itu, LPDP sebagai salah satu
program pemerintah Kementrian Keuangan merupakan harapan bagi para peneliti baik
kalangan mahasiswa, dosen dan sebagainya yang telah memberikan kesempatan untuk
memajukan pertumbuhan pembangunan nasional kedepannya dengan memberikan bantuan
berupa beasiswa belajar mulai dari S1, S2, dan S3 serta memberikan bantuan
penulisan tesis dan disertasi. Semoga dengan adanya program ini, tingkat
penelitian Indonesia semakin bertambah, karena dengan hasil-hasil penelitian
yang dilakukan oleh peneliti maka keilmuan baru akan lahir dan
permasalahan-permasalahan yang terjadi sedikit banyaknya bisa diatasi dan
diobati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar